Tanggal: 07 Aug 2025
Lokasi: Pantau SID
Kategori: Editorial
Post dari: Admin
Pantau SID NTB | Agustus 2025 — Digitalisasi desa di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menunjukkan progres yang menggembirakan. Sistem Informasi Desa (SID) yang diterapkan melalui platform OpenSID kini telah menjadi elemen penting dalam tata kelola pemerintahan desa. Untuk melihat sejauh mana pemanfaatan sistem ini berkembang, Pantau SID NTB melakukan analisis dan benchmarking terhadap berbagai indikator utama, mulai dari keaktifan desa, pembaruan versi, statistik kunjungan web, hingga performa teknis masing-masing desa.
Tren desa online dan offline memperlihatkan bahwa semakin banyak desa yang aktif mengelola sistemnya secara mandiri. Desa-desa yang dulunya tidak terpantau kini mulai menampakkan geliatnya, menunjukkan komitmen untuk hadir secara digital di ruang publik. Namun demikian, masih ada desa yang masuk kategori pasif, baik karena keterbatasan sumber daya manusia, dukungan teknis, maupun infrastruktur internet yang belum memadai. Ketimpangan inilah yang menjadi tantangan bersama dalam mendorong pemerataan digitalisasi desa.
Di sisi lain, statistik kunjungan web harian dari website-website desa memperlihatkan bahwa sebagian besar desa yang rutin mengupdate konten mereka — seperti berita, dokumentasi kegiatan, dan data publik — mendapatkan trafik kunjungan yang stabil bahkan tinggi. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat mulai menjadikan website desa sebagai sumber informasi utama yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja.
Salah satu indikator penting dalam pemanfaatan SID adalah versi aplikasi yang digunakan. Analisis menunjukkan bahwa sejumlah desa telah menggunakan versi SID terbaru, bahkan premium, seperti versi 2508.0.0. Desa-desa seperti Pematung, Setanggor Selatan, dan Keroya di Lombok Timur; Kalimantong dan Tepas di Sumbawa Barat; serta Sebewe dan Stowe Brang di Kabupaten Sumbawa termasuk dalam jajaran pengguna versi paling mutakhir. Ini menunjukkan keseriusan dalam pembaruan sistem untuk memastikan keamanan dan efektivitas pelayanan digital.
Tak kalah penting adalah status aktif desa dalam sistem dan penggunaan fitur Tanda Tangan Elektronik (TTE). Meskipun implementasi TTE belum menyeluruh, desa-desa yang sudah memanfaatkannya telah merasakan kemudahan dalam mempercepat proses administrasi tanpa harus tergantung pada kehadiran fisik kepala desa. Ini menjadi bukti bahwa digitalisasi tidak hanya soal tampilan website, tetapi juga soal efisiensi kerja.
Lebih lanjut, dalam hal performa digital desa, tercatat ada sepuluh desa yang menonjol berdasarkan skor pemanfaatan sistem. Kalimantong, Tepas, Rarang Selatan, Maria, dan Kolo menjadi lima desa dengan nilai tertinggi. Mereka menunjukkan konsistensi dalam pembaruan data, kecepatan akses situs, dan optimalisasi fitur layanan publik. Sementara itu, desa-desa lain seperti Baru Tahan, Sebasang, Lito, Batu Putih, dan Banjar juga mencatatkan skor tinggi yang membanggakan.
Keseluruhan data ini memberikan gambaran bahwa digitalisasi desa di NTB bukan lagi sekadar wacana. Ia telah berjalan, meski belum merata. Beberapa desa berada di garis depan dengan sistem yang rapi, cepat, dan aktif; sementara yang lain masih perlu dukungan lebih kuat dalam hal pelatihan, pendampingan, dan infrastruktur.
Melalui editorial ini, Pantau SID NTB ingin menegaskan bahwa data bukan hanya untuk dilihat, tetapi untuk ditindaklanjuti. Dari data kita bisa belajar, memperbaiki, dan mendorong perubahan. Digitalisasi bukan sekadar proyek teknologi, melainkan komitmen membangun desa yang terbuka, efisien, dan berdaya.
Karena pada akhirnya, desa yang kuat adalah desa yang tidak hanya menyimpan data — tetapi menggunakannya untuk kemajuan bersama.